Written by Mr. Gugus Elmo Ra’is1
Dalam sebuah diskusi ringan secara virtual antara saya, dengan Asian Human Rights Commission, Mr. Basil Fernando serta aktivis HAM, Mr. Bejo Untung, serta aktivis HAM sekaligus akademisi, Mr. Crisbiantoro diperoleh sebuah benang merah jika penegakkan HAM serta supremasi hukum (law enforcement) menjadi bagian tak terpisahkan dalam tujuan pembangungan berkelanjutan (TPB) atau sustainable development goals. Apalagi sebagai state party (negara anggota) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagai sebuah keniscayaan dari treaty making law, jika Indonesia harus mengikuti dan berperan aktif dalam penentuan tujuan sustainable development goals (SDGs) seperti yang tertuang dalam dokumen Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development.
Dari sisi political will Pemerintahan Jokowi ini sebenarnya sudah cukup memadai, terbukti pemerintah telah meratifikasi dokumen itu dalam bentuk, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Berdasarkan Perpres tersebut terutama dalam Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan bahwa,TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang inklusif dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Maka, peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat menjadi stressing (tujuan) utama, tetapi tidak bisa meninggalkan upaya peningkatan kehidupan sosial masyarakat dalam aspek yang lain dan ini memiliki cakupan yang sangat luas.
Berdasarkan pengertian itulah maka upaya peningkatan kehidupan sosial itu juga tidak bisa dilepaskan dari upaya untuk menciptakan keadilan melalui berbagai langkah penegakan hukum serta menegakan HAM sesuai dengan konvensi HAM internasional. Sayang hingga saat ini pemerintah terkesan masih bingung harus memulai dari mana, terbukti banyak kasus-kasus HAM warisan masa lalu yang belum ditangani secara tuntas, misalnya kasus 65, Tanjung Priok, Talangsari dll yang banyak diwariskan oleh rezim Orde Baru. Pengungkapan secara tuntas kasus-kasus tersebut dengan dibarengi upaya rekonsiliasi seperti halnya yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Afrika Selatan akan menghapus trauma masa lalu, terutama bagi keluarga korban yang harus menerima stigma buruk tanpa melalui proses peradilan.
Sementara Mr Basil Fernando, mengemukakan tesisnya jika untuk menegakan HAM sebagai bagian dari SDGs, itu bisa dilakukan melaui proses penguatan institusi penegakkan hukum, tidak hanya mengandalkan moralitas aparatnya semata. Dan itu bisa dimulai dari proses peradilan dengan memberikan hak-hak bagi para tersangka secara memadai. Sehingga proses represif dalam proses penegakan hukum itu bisa terukur tanpa mengurangi hak-hak para tersangka. Komisioner HAM asal Srilanka ini, menambahkan Korea Selatan bisa menjadi contoh yang ideal bagaimana proses penegakan hukum dan HAM bisa bersinergi dengan pembangunan dalam bidang ekonomi.
Sehingga Perpres itu tidak hanya dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan langkah-langkah koordinatif antar lembaga pemerintah maupun non pemerintah semata. Tetapi lebih dari itu harus dibarengi dengan berbagai langkah-langkah yang nyata dalam upaya menegakan supremasi hukum dan HAM. Untuk meringankan langkahnya, seharusnya pemerintah membuat pertimbangan yang rigid dalam mengangkat seseorang dalam menduduki jabatan tertentu. Pemerintah harus memprioritaskan kepada orang-orang yang tidak memiliki resistensi dan dosa-dosa masa lalu. Agar pemerintah bisa mengambil langkah tegas tanpa dibebani oleh rasa ewuh pakewuh.
Sikap seperti itulah yang kini diharapkan sehingga pemerintah bisa menghadirkan keadilan di masyarakat tanpa harus terjerat dengan konsesi-konsesi politik dengan kelompok-kelompok tertentu yang tidak menginginkan jejak-jejak hitamnya akan terungkap. Apabila pemerintah telah melakukan langkah-langkah itu, maka kondisi politik domestik akan menjadi stabil tinggal menentukan langkah dalam menghadapi tantangan-tantangan eksternal dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Dan Indonesia telah memiliki kelebihan komparatif yakni, jumlah penduduk yang besar dengan kemampuan daya beli yang memadai serta sumber daya alam yang melimpah sebagai negara tujun investasi yang semua bermuara pada upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.***
[1] Mr. Gugus Elmo Ra’is is Indonesian Journalist and human rights activist